“Gedung Merah Putih Menanti Tabut: Ajang Budaya, Mesin Ekonomi!”

Lesungnews.com
Oleh: Fatkur Rohman, M.Pd.I
Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Bengkulu Bidang Infrastruktur dan Perhubungan
Setiap tahun, kita disuguhkan kemeriahan Festival Tabut yang membanjiri pusat Kota Bengkulu khususnya di kawasan Tapak Paderi, Simpang Lima hingga Pantai Panjang. Kuliner menggoda, dentuman dol, hingga iring-iringan tradisi membuat siapa pun tak tahan untuk tidak ikut meramaikan.
Tapi…
Pernah nggak sih kita berpikir: kenapa perayaan sehebat ini hanya terpusat di satu kawasan?
Bukankah Bengkulu itu luas? Bukankah masyarakatnya beragam? Dan yang paling penting, bukankah ekonomi butuh penyebaran cinta?
Nah, inilah saatnya kita berani mewacanakan: Festival Tabut tahun depan juga bisa (dan layak) digelar di Lapangan Gedung Merah Putih, Kelurahan Pekan Sabtu, Kecamatan Selebar!
Kenapa Pekan Sabtu?
Lokasinya strategis!
Pekan Sabtu berada di ujung selatan Kota Bengkulu, sangat dekat dengan Bandara Fatmawati dan juga merupakan gerbang menuju tol Trans Sumatra. Siapa bilang ujung kota harus selalu jadi penonton?
Potensi ekonominya besar!
Bayangkan jika UMKM lokal, warung kopi rakyat, bahkan pedagang tahu gejrot ikut meramaikan festival berapa banyak kantong rakyat yang ikut ‘hangat’? Jika festival Tabut hadir di Pekan Sabtu, bukan hanya lampu sorot yang menyala, tapi juga dapur masyarakat kecil yang ikut mengepul!
Efek domino ke sektor perhotelan
Dengan adanya keramaian dan kegiatan rutin berskala provinsi (bahkan nasional), kawasan ini bisa menarik investor perhotelan. Bayangkan satu dua hotel bintang lima tumbuh di sekitar Gedung Merah Putih. Lapangan jadi pusat acara, perhotelan ikut tumbuh, ekonomi ikut menggeliat, semua senang!
Pantai Panjang juga diuntungkan
Kalau Tabut tak hanya di pusat kota, Pantai Panjang bisa lebih fokus jadi destinasi wisata alami dan bersih dari penumpukan sampah event besar. Sebab konsentrasi massa tersebar, bukan menumpuk di satu titik.
Rukun, Damai, dan Ekonomi Merata
Yang kita dorong bukan hanya pemindahan lokasi acara, tapi semangat pemerataan dan kerukunan. Bahwa keluarga besar Bengkulu termasuk para pewaris budaya Tabut bisa berjalan bersama, berdampingan, dan saling menguatkan. Tradisi tetap lestari, tapi adaptif dan memberi manfaat ekonomi bagi lebih banyak orang.
Jangan sampai setiap tahun kita hanya ramai di pusat kota, tapi sudut-sudut kota lainnya seperti rumah sepi yang lupa dikunjungi. Ayo, jadikan Festival Tabut sebagai jembatan penggerak pemerataan ekonomi dan kerukunan masyarakat!
Ada kehidupan yang juga harus tumbuh di Pekan Sabtu.
Agar kita menjadi merah putih yang bersatu. (Red)